Jhoni de Qoeljoe: Kecewa Terhadap Pemda MBD
Tiakur, News Medianusantara.com- Direktur PT. Pelayaran Dharma Indah (PDI) Jhoni de Qoeljoe (Siong) mengaku kecewa terhadap Pemerintah Daerah Maluku Barat Daya yang melarang kapal MV. Cantika Lestari 10C melayari kabupaten Maluku Barat Daya pasca pandemic corona saat ini. Menurut Siong, larangan sepihak yang dikeluarkan oleh Bupati Maluku Barat Daya tanggal 9 april 2020 lalu sangat berdampak kepada kebutuhan dan pelayanan kepada masyarakat Maluku Barat Daya.
"Beta kecewa dengan bupati tapi mau bagaimana itu beliau punya hak otonom. Beta hanya mau melayani masyarakat di sana tapi dilarang ya sudah" jelas Siong.
Dikatakan, sebelumnya Bupati Maluku Barat Daya Benyamin Noach telah mengeluarkan surat bernomor : 559/67.C/2020 tentang pembatasan frekuensi kunjungan penumpang masuk keluar di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya dalam rangka pencegahan covid-19. Dia sangat memaklumi dengan kondisi wabah corona saat ini apalagi lanjut dia bahwa, suratnya juga bukan hanya kepada DHARMA INDAH namun juga kepada PT. ASDP dan PT. PELNI.
Namun yang membuatnya berang ialah surat instruksi yang dikeluarkan oleh bupati perihal larangan mengangkut penumpang
yang dikeluarkan tanggal 9 April 2020 dan anehnya surat itu hanya ditujukan kepada dirinya selaku direktur PT. Dharma Indah ungkapnya saat menghubungi media ini Rabu 22/4 lalu.
Baginya, surat tersebut sangat merugikan masyarakat yang selama ini sudah menggunakan jasa kapal cepat. Ditanya soal hubungan pemda dan dharma indah Dia menuturkan, dirinya pernah diminta oleh Bupati Oyang Noach agar mengelola KMP Marsela milik BUMD KALWEDO namun setelah timnya melakukan survei dan observasi di lapangan, menemukan kapal tersebut (KMP Marsela) sudah rusak dan tidak layak operasi sehingga dirinya menolak tawaran bupati Noach.
Hal inilah yang menurutnya mungkin saja menjadi pemicu larangan mengangkut penumpang oleh Bupati Noach, ketus Sihong. Ditambahkan, Soal pembatasan jumlah penumpang sesuai surat tanggal 7 itu saya tidak persoalkan karena pihaknya juga menggandeng pihak medis untuk memeriksa para penumpang sebelum naik dan turun di pelabuhan.
"kapal cantika lestari 10C itu kapasitasnya 700 orang dan kalau perlu kita angkut 1/2 nya saja kan seng masalah tapi tiba-tiba surat tanggal 9 itu muncul dengan larangan mengangkut penumpang disertai dengan ancaman dan resiko itu yang buat beta bingung".
Pertanyaannya apakah kapal PELNI yang diijinkan mengangkut penumpang saat itu apakah tidak menimbulkan dampak negatif dari efek corona? tanya dia.
Ditegaskan, selaku pengusaha dirinya tidak bergantung kepada Pemerintah Maluku Barat Daya karena kapalnya bisa menyesuaikan trayek operasi di daerah lain namun karena secara moril harus mengutamakan kepentingan dan pelayanan publik Maluku Barat Daya namun kalau sudah dilarang maka itu hak Bupati sebagai pemegang otonomi.
"Beta seng miskin juga kalau tidak beroperasi di MBD lagian bukan beta yang bawa diri ke MBD tapi beta diminta saat itu oleh bupati MBD saat itu untuk beroperasi di sana" tegas dia.
Dijelaskan, saat surat larangan itu diturunkan maka ratusan penumpang kapal MV.Cantika Lestari 10C tujuan MBD yang saat itu telah membeli tiket untuk kembali ke MBD hampir saja membakar kantor dan kapal tersebut namun kondisi tersebut berhasil diredam.
Dirinya mengaku setelah virus ini berlalu maka kapal MV.Cantika Lestari 10C sudah memiliki rute baru yakni di daerah NTT. Hal ini terpaksa harus dilakukan karena kapal tersebut sudah tidak diijinkan lagi beroperasi di MBD.
Sementara itu, salah satu masyarakat MBD Okto Maaturwey kepada media ini menjelaskan, dari persoalan ini maka dirinya menilai Bupati MBD Benyamin Thomas Noach terkesan arogan.
Dijelaskan, kalau persoalannya adalah soal corona maka itu hal wajar namun kalau ada pemicu lain maka sangat disayangkan. Sebab lanjut dia bahwa kapal tersebut selama ini sangat membantu masyarakat MBD yang ingin bepergian ke Ambon atau ke MBD karena jangkauannya lebih cepat.
Namun kalau begini caranya maka Pemerintah harus menyiapkan kapal cepat pengganti agar selalu memudahkan masyarakat dari segi akses transportasi laut.
Para pejabat di MBD mungkin sering bepergian menggunakan pesawat udara sehingga tidak perlu lagi dengan kapal tersebut namun selaku masyarakat kami sangat membutuhkan kapal itu imbuhnya.(Jeger)
Belum Ada Komentar