Ambon, News Medianusantara.com - Operasi besar-besaran di Kota Ambon pekan lalu, oleh Polda Maluku bersama Pemerintah Provinsi Maluku menggerebek sebuah gudang penyimpanan ilegal bahan berbahaya dan beracun (B3) di kawasan Mardika, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
Operasi yang dipimpin langsung oleh Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Maluku tersebut berhasil menemukan sekitar 2,3 ton bahan kimia berbahaya, yang diduga kuat adalah jenis sianida, disimpan sembarangan di sebuah ruko milik Pemprov Maluku yang telah lama terbengkalai dan dikuasai oleh pihak tak dikenal.
Menanggapi temuan tersebut, Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi, SH, angkat bicara dan mendesak aparat penegak hukum untuk segera menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penyimpanan bahan kimia berbahaya tersebut.
"Ini adalah masalah serius yang tidak boleh dibiarkan, apalagi dilindungi. Negara kita telah meratifikasi Konvensi Minamata melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017, yang secara tegas mengatur pengurangan dan penghapusan penggunaan merkuri serta bahan kimia berbahaya lainnya,” ujar Irawadi kepada wartawan di Ambon, Selasa (30/9/2025), dan muat media ini Rabu (01/10/25)
Irawadi menjelaskan, Indonesia sudah memiliki beragam regulasi yang mengatur pengelolaan B3, antara lain:
UU No. 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata,
Perpres No. 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri,
PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun,
Permen LHK No. 81 Tahun 2019 yang menjelaskan langkah-langkah teknis pengurangan dan penghapusan merkuri,
Permenkes No. 41 Tahun 2019 tentang penghapusan alat kesehatan berbahan merkuri,
dan Peraturan BPOM No. 23 Tahun 2019 yang melarang keras penggunaan merkuri dalam kosmetik.
Menurut Irawadi, bahan kimia seperti merkuri dan sianida tergolong B3 karena sifatnya yang beracun, karsinogenik, dan membahayakan lingkungan hidup maupun kesehatan manusia.
Oleh karena itu, penyimpanan 2,3 ton bahan kimia di kawasan Mardika jelas merupakan pelanggaran berat terhadap berbagai ketentuan hukum yang berlaku.
"Saya minta aparat penegak hukum melakukan penyelidikan dan penyidikan secara menyeluruh. Jangan ada pembiaran. Siapa pun yang terlibat, termasuk oknum yang memperdagangkan atau menyalahgunakan bahan ini, harus dihukum tegas sesuai undang-undang yang berlaku,” tegas Irawadi.
Ia juga menekankan, sanksi bagi pelanggar bisa berupa sanksi administratif hingga pidana, tergantung tingkat pelanggaran dan dampak yang ditimbulkan.
Dampak Lingkungan dan Kesehatan
Lebih lanjut, Irawadi mengingatkan bahwa penggunaan dan penyimpanan bahan kimia berbahaya seperti merkuri maupun sianida, terutama tanpa izin dan tanpa standar pengelolaan yang tepat, dapat menimbulkan kerusakan lingkungan jangka panjang serta gangguan kesehatan serius bagi masyarakat, termasuk risiko kanker, kerusakan organ, hingga kematian.
"Kasus seperti ini tidak boleh terjadi lagi. Apalagi kita sudah pernah mengalami dampaknya seperti di Gunung Botak, Pulau Buru, yang menjadi contoh buruk pencemaran akibat penggunaan merkuri di sektor pertambangan emas skala kecil," tambahnya.
Temuan 46 karung bahan B3 di kawasan Mardika kini tengah diselidiki lebih lanjut oleh pihak kepolisian. Masyarakat berharap kasus ini tidak berhenti di penggerebekan semata, namun berlanjut hingga penegakan hukum yang transparan dan adil kepada semua pihak yang terlibat.
Sumber : https://newsmedianusantara.com/dprd-maluku-desak-aph-bertindak-tegas-terhadap-pemilik-bahan-berbahaya-beracun-di-ruko-batu-merah-detail-459775